Thursday, October 19, 2006

Farewell

Kata-kata apa sih yang pas buat ngungkapin perasaan saat perpisahan? Nggak tau. Mungkin nggak perlu kata-kata khusus juga. Biarkan semua mengalir. Wajar dan apa adanya. Karena hukum alam kan tetap berlaku :
buah pala di perempatan, buah batu di pertigaan
dimana ada pertemuan disitu ada perpisahan


Hari ini, 19 Oktober 2006, adalah hari terakhirku di Gelson's Adv. Tempat bekerjaku selama hampir 6 tahun. Ada begitu banyak kenangan disini. Suku duka, marah gembira, sedih dan tawa. Semuanya membawakan kesan istimewa. Orang-orang di dalamnya, semuanya menyenangkan. Jadi untuk mengenang itu semua, hal pertama yang aku lakukan adalah mengenang saat pertemuan sambil ketawa-tawa, saling becanda. Trus berpamitan sama mereka. Minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah aku lakukan, ngomong perasaan senang banget udah pernah kerja bareng sebagai sebuah tim yang solid, dan saling mendoakan.

Selamat tinggal Gelson's Adv. Kau adalah salah satu universitas kehidupanku.

Tuesday, October 17, 2006

puisi lama (lagi)

Jakarta, August 8, 2005


Dear bojoku yang paling manis,
Biarkan angin berhembus dan mengusap pipimu,
Aku takkan cemburu

Biarkan air hujan menyegarkanmu,
Aku takkan iri

Biarkan lagu itu menghanyutkanmu,
Aku takkan marah

Tapi jangan biarkan hatimu meragukan cinta dan sayangku,
Karena aku akan marah penuh serapah.

Malam telah datang,
Tempat tidur pun terhampar
Menyambut kita untuk terus berdekapan
Sepenuh mesra
Meski tak dihiasi bunga-bunga


(anjrit udah jam 6, besok terusin lagi deh)

Sunday, October 15, 2006

bicara batu

ingin kulihat sebongkah batu
dan mengajaknya bercakap-cakap
karena aku percaya
ia bisa menyimpan rahasia

tak peduli udara beku,
tak terganggu hujan berubah duri
yang menghentikan darah
menawarkan kematian

aku ingin bicara
kepada batu-batu
karena kami lebih memilih diam
di tengan keramaian

Tuesday, October 03, 2006

Psychology Defense

Mohon maaf buat yang pernah atau sedang mendalami ilmu psikologi karena saya membuat istilah yang memakai kata psychology. Saya juga kurang tahu apakah istilah Psychology Defense ada dalam ilmu psikologi dan kalo ada apakah interpretasi saya sama dengan apa yang ada dalam ilmu psikologi, saya kurang tahu. Psychology Defense saya artikan sebagai suatu mekanisme pertahanan kejiwaan seseorang ketika menghadapi tekanan, baik yang berupa caci maki, kemarahan, penghinaan sampai permusuhan. Sistem pertahanan ini muncul ketika pada saat mendapat tekanan, orang tersebut tidak mempunyai atau tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Seseorang yang diserang terus menerus dengan caci maki, hinaan, dianggap remeh dan hal-hal jelek lainnya, pasti akan merasa tertekan. Tekanan ini bisa membuat orang tersebut, secara tak sadar mengakui bahwa dia memang seperti apa yang dikatakan itu. Keadaan itu akan sama dengan cerita tentang kodok yang dimasukkan kotak yang sempit dan pendek dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kodok tersebut akhirnya ketika dipindah ke kotak yang lebih luas dan tinggi, tetap saja dia melompat seukuran kotak yang sempit tersebut. Atau ada lagi cerita soal gajah yang diikat dengan rantai pendek dalam waktu tertentu, sehingga dia nggak bisa jalan jauh-jauh. Dan suatu saat ketika gajah itu diberi rantai yang panjang dia tak berani melangkah lebih jauh lagi. Dan masih banyak lagi cerita sejenis.
Nah, menurut saya ketika seseorang mendapat caci maki, dan lain sebagainya itu dia harus membuat sistem pertahanan psikologis dengan cara dia menolak untuk mengakui apa yang terlontar dari caci maki tersebut. Dimanakah dia bisa membuat sistem pertahanan psikologis itu? Ya dalam pikirannya sendiri. Dia bisa bicara kepada dirinya sendiri bahwa dia adalah seorang yang baik, kuat, cerdas, ulet, dan kata-kata posistif lainnya yang melawan kata-kata negatif yang terlontar dari caci maki.
Adakah sistem pertahanan ini secara otomatis ada dalam setiap orang? Menurutku sih ada. Dia hadir secara alami. Pertama, karena kita punya akal. Kedua, karena kita punya kesadaran. Ketiga, karena kita punya kecenderungan untuk menganggap diri sendiri pasti lebih baik dari orang lain ( kalo yang ekstrem sih sikap narsis kali). Lalu bagaimana pengaruhnya ketika orang tersebut membuat psychology defense terhadap apa yang sedang menimpa dirinya? Pengaruhnya besar dan bermanfaat sekali, terutama buat dirinya. Dia pasti akan lebih bisa menyikapi cacian dengan tenang dan sabar.Dia tak perlu malu dengan cacian. Toh itu cuma cacian bukan kenyataan yang sebenarnya.
Demikianlah.

Monday, September 25, 2006

ujian

17 - 21 Agustus : opname di PKU Muhammadiyah Solo, Typus
6 September : di PHK
18 September : Raos Eco tutup

Terima kasih ya Allah, Engkau masih menyayangiku dengan ujian-ujian itu. Semoga aku makin sabar, ikhlas & bekerja lebih keras lagi.

Saturday, July 15, 2006

Tau-tau Udah 35 Tahun

8 Juli kemaren, 35 tahun sudah umur saya. Hmm, mulai beranjak tua. Doa untuk diri sendiri : semoga makin sabar & ikhlas menghadapi apa aja.
Seperti yang lain, hari kelahiran selalu dirayakan dengan cara istimewa. Begitupun saya. Pekerjaan kantor itulah perayaan saya. Tahun kemarin juga sama. Ulang tahun di tengah deadline pekerjaan. Beberapa temen kerja, satu tahun yang lalu, membuat pesta kecil di tengah suasana syuting Chaki Woody Show di studio ANTV di Pengadegan. Ada kue ultah yang kemudian dimakan rame-rame. Sebuah momen yang bener2 manis buat saya.
Untuk tahun ini pesta kecil di rumah. Makan nasi liwet bareng keluarga.Ha..ha..ha...
35 tahun, apa yang sudah diraih ya? Banyaklah. Tapi yang terpenting : seorang istri yang manis namun kadang cerewet, seorang anak laki-laki yang pinter, dan seorang anak perempuan yang aktifnya minta ampun. Terima kasih, ya Allah.
Terus mau ngapain di usia 35 tahun ya? Mau total usaha sendiri. Kontrak kerja berakhir Maret 2007 dan tak berniat memperpanjang lagi. Jadi saat itulah kesempatan buat mulai mewujudkan keinginan bisa usaha sendiri. Untuk persiapannya saat ini yang terpenting adalah merubah mindset sekaligus mental. Karena pasti akan sangat jauh berbeda dari yang setiap tgl 28 ada duit masuk menjadi tak ada waktu yang tetap untuk duit masuk. Atau siap nggak siap ya jalani saja dulu?

Wednesday, June 28, 2006

Terima kasih, pelangganku

Rasanya menyenangkan sekali, kalo ada orang yang mampir makan di warung lesehan saya. Sekaligus saya bersyukur karena kehadiran orang tersebut adalah rejeki buat saya dan semua orang yang terlibat soal warung lesehan. Maka cuma ada satu hal yang harus saya lakukan : memberikan pelayanan semaksimal mungkin. Bukan semata dia adalah pembeli, tapi karena saya merasakan bahwa ada pesan tertentu dengan kehadirannya dan karena itu saya harus menyambut pesan itu dengan baik. Saya dan team berusaha membuat agar pembeli betah duduk lesehan di tempat saya. Santai sebentar, ngobrol, dengerin musik langgam yang sayup-sayup, liat orang dan kendaraan yang lalu lalang. Terus kalo haus atau lapar ya tinggal pesan. Terasa sekali dari sekedar lesehan lahir rasa kekeluargaan yang hangat dan akrab. Semuanya itu mengalir dengan wajar dan apa adanya.
Senang juga mendengar saran, kritik ataupun pendapat mereka tentang lesehan. Apa saja. Mulai dari spanduk yang nggak nongol, menu masakan yang terasa manis, dan suara tape yang kurang ok. Semua itu saya terima dengan ikhlas. Sebab itulah barangkali pesan yang pembeli bawa dengan kedatangan meeka. Saya nggak perlu merasa apa yang para pembeli sampaikan adalah sebuah kelemahan, justru buat saya apa yang mereka katakan adalah harapan mereka agar lesehan saya bisa tampil lebih baik lagi. Saya yakin mereka tidak bermaksud mengecilkan hati saya dan team sebagai pengelola lesehan. Tapi justru membuka wawasan kami semua bagaimana cara memahami sekaligus melayani orang lain. Karena buat saya bisnis makanan bukan semata soal makanan tapi juga servis.
Terima kasih para pelanggan yang dengan tulus menyampaikan apa yang tidak kami ketahui.

Monday, June 26, 2006

Jadi Entrepreneur

Sudah hampir dua minggu ini saya jadi entrepreneur alias pengusaha. Tepatnya Rabu 14 Juni 2006, saya buka warung makan lesehan nasi liwet. Saya beri nama : Lesehan Asli Solo Nasi Liwet "Raos Eco". Tempatnya di depan kantor PJR Cikampek,buka mulai jam 5 sore. Karena membawa kata nasi liwet, maka menu utama adalah nasi liwet. Ditambah menu-menu asli Solo lainnya, kayak soto kuali, garang asem & ayam bakar Solo serta akan menuyusul Timlo Solo dalam 2-3 bulan ke depan. Untuk mewujudkan menu itu, saat ini lagi survey kecil-kecilan dengan tujuan rasa Timlo seperti apa yang cocok dengan lidah orang Cikampek & sekitarnya. Untuk minuman, ada satu yang spasial : teh jahe anget. Rasanya seger, kental & harum jahe. Minuman lain masih standar : es teh, es jeruk, teh panas, aqua & teh botol. Untuk menikmati saat-saat lesehan ada karak Solo, emping, sate telur puyuh, peyek kacang, peyek teri, risoles, bakwan udang, & krupuk udang. Soal harga? dijamin terjangkau buat kantong. Nasi liwet & garang asem cuma 5 ribu, soto kuali 6 ribu & ayam bakar 7 ribu. Teh Jahe, 1,5 ratus, es teh 2 rb, es jeruk 2,5 ratus,teh manis 1 ribu. Untuk camilan rata-rata seribuan. Di kantong Pas , di perut puas .
Pemilihan nama Raos Eco memang Jawa banget. Tapi saya yakin orang Sunda juga tau apa itu Raos & semoga pula kata raos gampang dipahamai oleh orang di luar Jawa & Sunda. Raos=rasa, Eco=enak, jadi Raos Eco artinya adalah Rasa Enak. Kenapa harus mengandung rasa enak? Karena buat saya yang awam ini, namanya warung makan yang dicari orang adalah makanannya yang enak. Baru kemudian enak suasananya, enak harganya, enak porsinya, enak parkirannya, enak servisnya dan enak-enak yang lain. Makanya saya ingin warung lesehan Raos Eco memenuhi semua kategori enak menurut pelanggan.
Sebagai usaha skala mikro, mulanya modal yang dikeluarkan ya lumayan berat buat kantong saya pribadi. Makanya saya ajak kakak ipar buat kongsian. Termasuk kongsian juga buat ngurusin. Mulai dari belanja bahan, kontrol kualitas menu, jaga warung sampai kontrol keuangan. Karena siang hari saya kerja di kantor maka urusan belanja & kontrol kualitas menu, saya diwakili istri. Baru hari sabtu & minggu saya bisa terlibat semuanya.
Untuk targetnya pun nggak muluk-muluk. Yang penting dalam 2-3 bulan ke depan warung lesehan saya dikenal banyak orang & sudah ada pelanggan setia yang paling tidak menghabiskan 2-3 malam untuk lesehan di warung saya. Karena memang buat beberapa pembeli yang datang, menu warung saya masih asing. Makanya saya, istri & kakak ipar nyambi juga jadi PR warung lesehan Raos Eco. Menjelaskan apa itu nasi liwet, garang asem, & soto kuali. Komposisinya bagaimana, rasanya gimana, bumbunya apa, dsb.
Untuk lebih menghadirkan suasana rame, saya pasang tape merek Toshiba buat nyetel musik langgam Jawa, campursari,keroncong atau pun pop Jawa. Namun saya juga sediakan ramuan musik yang lain. Ada musik 80-an model Rinto Harahap, Obbie Messakh, dll. Ada juga calung Sunda dan dangdut re-mix. Pokoknya aneka suara deh. Yang penting selalu ada musik di warung lesehan "Raos Eco".
Untuk promosinya, saya bikin spanduk 1 x 2,5 m satu buah, banner 1,15 x 2 m satu buah dan selebaran ukuran 1/2 A4 1 rim (1000 lbr). Untuk spanduk sama banner susah kebaca, karena warna kain terlalu tua (oranye tua) & tulisan kurang menonjol (biru). Rencana mau bikin satu lagi dengan kain yang cerah,tulisan gedhe & berwarna nyolok, biar eye cathcing gitu loch. Dan buat menjaring lebih banyak pelanggan, setiap minggu pagi akan gelar tikar di Bukit Indah Centre. Sebuah kawasan industri di Cikampek yang tiap minggu pagi jadi tempat orang buat olahraga & itu berarti pasar...he..he..Siapa tau, mereka belum sempet sarapan pas mau jogging atau senam, atau bisa juga sudah sarapan tapi lapar lagi setelah senam atau jogging & kita menyediakan menunya. Maka lahirlah hukum alam : when need meet supply.
Sampai semalam, pemasukan masih tercatat di level aman Rp 200.000,- an. Artinya dengan pemasukan rata-rata sejumlah itu, di akhir bulan nanti saya masih bisa bayar gaji 3 orang karyawan, bayar tempat tinggal mereka, nabung buat operasional warung untuk 1 tahun ke depan & pendapatan buat para pemegang saham. Memang pendapatannya belum seberapa. Makanya saya juga genjot dengan layanan catering. Untuk saat ini divisi catering baru dapat klien 1 kantor untuk makan siang 20 orang. Rencana ke depan sih, catering akan dibawah pengelolaan sendiri biar gak campur aduk. Tapi namanya tetap Raos Eco.
Rasanya sampai detik ini, hati sudah lega. Bisa bikin usaha sendiri. Itu artinya mulai belajar mandiri, berpikir keras gimana caranya muter duit (sebab kata orang duit kuwi lunyu = uang itu licin, jadi harus diputer biar nggak lepas) dan yang penting bisa memberikan manfaat kepada orang lain (bisa menghadirkan kepuasan kepada pelanggan & membuka lapangan kerja untuk orang lain).
Ada satu pr buat team PR ,ternyata warung lesehan Raos Eco punya competitor. Saya pribadi bersyukur berarti pasar nasi liwet bakal tumbuh di Cikampek.Kalau pasar tumbuh berarti lahir banyak peluang & kesempatan. Maka kehadiran competitor buat saya bukanlah sesuatu yang mengancam, tetapi justru membangun. Lagian, Tuhan Maha Adil kan?

Club Bola di Kantor

25 Mei 2006 kemaren, club bola di kantor resmi kebentuk. Sekaligus pertandingan pertama melawan club bola client, di lapangan bola ABC Senayan. Skor terakhir 5-3 untuk client.
Lalu pertandingan kedua tanggal 3 Juni 2006 di lapangan bola Seskoal, Keb. Lama. Yang jadi lawan kali ini adalah PSTB (Persatuan Sepakbola Tukang Bajaj) Kebumen. Skor 3-2 untuk...PSTB.
Nampaknya club bola kantor harus berlatih keras dulu deh....

Thursday, May 18, 2006

Sibuk

Sudah hampir satu bulan saya gak sempet nulis di blog. Kalo blogwalking sih kadang-kadang. Cuma kalo mau nulis gak sempet-sempet. Baru kali ini ada waktu ( itupun curi-curi yg berarti korupsi waktu ya?)

Penyebab pertama ya sibuk itu. Ada produk baru klien yang harus di-launching. Pilihannya di 10 kota di Indonesia. Medan, Pekan Baru, Padang, Bandung, Yogya, Surabaya, Bali, Balikpapan, Makassar, dan Manado. Semuanya di bulan Mei ini. Memang bukan saya yang datang di semua kota itu. Ada team yang sudah dibagi-bagi tiap kota. Tapi persiapan sebelum keberangkatan yang amat sangat menyita waktu.

Pengorbanan paling berat adalah ketika harus pisah dari 2 bidadari di rumah. Karena Jakarta - Cikampek, jauhnya minta ampun maka mulai kamis malam sudah nginep di kantor, jum'at malam masih di kantor, sabtu pagi berangkat ke kota tujuan, minggu siang acara berlangsung, minggu malam sampe Jakarta dan (lagi-lagi) nginep di kantor.
Baru senin pulang. Dihitung-hitung ketemu keluarga cuma senin malam, selasa malam dan rabu malam. Jadi nggak bisa main sama Syifa. Pulang kantor dia udah tidur, berangkat kantor pun begitu juga. Paling cuma bisa gangguin dia tidur, itupun dimarah-marahi sama istri. Hmm...

Ya memang ini pilihan saya. Kantor nggak mengikat kita harus ikut keluar kota. Jadi semua udah dihitung di depan. Istri juga tahu dan ngerti. Jadi, yo wis jalanin dan nikmati aja.

Pengorbanan yang lain, ya nggak sempat nulis di blog. Banyak peristiwa penting yang nggak sempat saya ulas atau sekedar menuliskan kembali di blog ini. Terutama meninggalnya Pak Pram (Minggu/30 April 2006). Semoga beliau damai di sisi Yang Maha Pengasih.

Akhirnya, terima kasih Makassar buat semua kesan baik dan indahnya di tanggal 13-14 Mei 2006, terutama Restoran Lae-lae-nya. Ini adalah kedua kalinya saya datang kesana dan sama-sama mengesankan.

Untuk Padang, tunggu saya sabtu - minggu besok, dan Balikpapan tunggu saya tanggal 27-28.....

Friday, April 21, 2006

21 April

Tanggal 21 April adalah tanggal lahir RA Kartini, sosok perempuan cerdas dan maju yang pikiran-pikirannya mendobrak tradisi pada waktu itu dan menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan RI. Bahkan saya yakin pikiran-pikirannya akan terus bersinar seiring dengan perjuangan yang dilakukan kaum perempuan khususnya Indonesia dalam mendapatkan "sedikit" haknya, sebagai perempuan dan sebagai manusia.
Jujur saya tak punya bahasa puja-puji tentang sosok RA Kartini. Karena tanpa bahasa puja puji saya, dan juga orang lain, RA Kartini tetaplah seorang besar. Seorang yang pikiran-pikirannya terlihat kemilau menerangi jaman.
Karena itulah saya lebih memilih untuk melihat realitas kaum perempuan Indonesia dewasa ini. Dimana kaum perempuan Indonesia sekarang kondisinya masih jauh dengan apa yang diperjuangkan oleh RA Kartini. Kaum perempuan masih dianggap sebagai subordinasi kekuasaan laki-laki. Maka tak heran, RUU APP lebih banyak menyorot tata cara berdandan perempuan. Seolah-olah cara berdandan perempuan faktor besar yang menentukan tingkat kesucian sebuah bangsa. Seperti juga yang pernah dinyatakan oleh iklan bikinan Adwork! Euro RSCG Ball Partner tahun 1996(kebetulan modelnya adalah mantan pacar teman kantor saya). Di iklan tersebut divisualkan sepasang paha perempuan dengan memakai rok mini dengan headline "Bagaimana angka kejahatan seksual bisa rendah kalau rok Anda semakin tinggi?".
Selain persoalan subordinasi kaum laki-laki, perempuan Indonesia juga masih harus banyak menghadapi masalah yang bersifat empirik sehari-hari. Kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, perburuhan, tkw, perdagangan kaum perempuan, adalah beberapa kasus yang mengemuka. Saya melihat betapa pelik dan beratnya persoalan yang dihadapi kaum perempuan Indonesia. Namun menurut saya adalah hal pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana merubah cara pandang dan pikir laki-laki Indonesia terhadap sosok perempuan. Ini artinya apa? artinya siapkah kalian, wahai laki-laki Indonesia, untuk melakukan perubahan itu?


p.s : selamat ulang tahun istriku. maaf tak ada kado ataupun pesta. cuma doa dan harapan yang bisa kuberikan. kebetulan tanggal lahirmu sama dengan tanggal lahir RA Kartini, semoga kau pun memiliki semangatnya. sejahteralah, bahagialah dan berdayalah kamu sebagai seorang perempuan, ibu dan istri.

Wednesday, April 19, 2006

Waiting for Ratu Adil

Judul diatas adalah gabungan dua hal yang sama sekali berbeda, tapi punya benang merah yang sama yaitu "peristiwa" menunggu, sosok yang ditunggu dan tiadanya ketentuan pasti kapan yang ditunggu akan datang. Waiting for saya ambil dari lakon Waiting for Godot-nya Samuel Beckett (Irlandia, 1906, pemenang Nobel Sastra 1969) dan Ratu Adil adalah sosok yang disebut dalam ramalan/jangka Jayabya (raja Kediri, Jawa Timur,1135).
Saya bukan bermaksud memprovokasi orang agar percaya Ratu Adil. Tapi saya hanya terusik dengan kenyataan empiris bahwa manusia di alam bawah sadarnya ternyata terlibat dalam peristiwa menunggu sesuatu dengan h2c (harap-harap cemas) secara terus menerus. Anehnya lagi yang ditunggu bukanlah sosok yang nyata tapi sosok imajiner.
Dalam Waiting for Godot, tidak dijelaskan dengan jelas siapa Godot sebenarnya. Gimana bentuk tubuhnya, berapa umurnya, wajahnya kayak apa, laki-laki apa perempuan (kalo dilihat dari namanya kayaknya laki-laki), merokok apa tidak, dan deskripsi fisik lainnya. Ratu Adil juga demikian. Tak ada deskripsi fisik yang jelas. Yang dijelaskan cuma ciri-ciri non fisik, seperti dia adil dalam memerintah, memberi pengayoman kepada semua golongan, melayani dengan ikhlas, pinter mengelola kekayaan negara dan penjelasan lain yang mengawang-awang sejenis itu.

Khayalan manusia tertindas
Manusia dilahirkan dengan kondisi yang lemah, dhaif. Manusia sampai batas manapun tak akan mampu melawan ataupun mengalahkan bencana alam, pertambahan usia dan kematian. Bahkan ada saatnya manusia tidak berdaya apa-apa di tengah situasi politik, ekonomi, budaya dan lapangan percaturan kehidupan lainnya.
Menusia juga dilahirkan dengan diberi kemampuan untuk merespon peristiwa/kejadian dalam dirinya atau luar dirinya. Oleh karena itu setiap peristiwa yang terjadi di tengah manusia pasti melahirkan sesuatu. Respon paling dekat yang lahir adalah munculnya pemikiran ataupun sesuatu yang berhubungan dengan aktifitas otak, menghayal misalnya.
Nah, dengan kemampuannya untuk memberikan respon inilah, maka manusia berusaha menghayalkan kondisi bahagia di depan sana. Situasi ini memungkinkan manusia "seolah-olah" berada dalam situasi kemenangan, kejayaan, kegembiraan, kesenangan dan hal-hal yang menguntungkan dirinya.Lebih dalam lagi manusia ditempatkan pada posisi menunggu kapan kondisi "seolah-olah" itu datang.
Kondisi "seolah-olah" itulah yang menurut saya adalah bentuk khayalan manusiawi. Kenapa manusiawi, karena setiap orang pasti memilikinya. Dengan daya respon yang dimiliki inilah manusia terus menerus melawan ketertindasan yang menimpa dirinya.
Dalam situasi perlawanan inilah, timbul suatu dunia indah yang penuh pengharapan. Dunia ini meskipun dekat tapi sebenarnya jauuh sekali. Karena munculnya di bawah sadar manusia. Ia hanyalah dunia rekaan. Ia adalah "dunia seolah" yang kehadirannya menjadi obat dari batin yang merasa menderita. Meskipun "dunia seolah" namun manusia tak bisa lepas darinya, bahkan tak mau melepasnya.

Ketertindasan terus menerus
Situasi yang menindas bukan melulu monopoli kelas/kelompok masyarakat tertentu. Pengusaha yang bisnisnya bejibun pun saya yakin hidupnya tertindas. Pemerasan oleh aparat , daya beli yang rendah, hutang, atau paling tidak tertindas oleh nafsu Animal Economicus-nya. Sedangkan rakyat miskinpapa jelas tertindas oleh ketidakmampuan dan ketiadaannya peluang untuk membuang jauh-jauh kemiskinpapaannya.
Siapapun yang masih memiliki embel-embel sebagai manusia pasti mengalami ketertindasan.
Ketertindasan itu celakanya terjadi sepanjang hidup manusia. Tak ada dalam sejarah, manusia lepas dari ketertindasan, meskipun itu dalam hitungan detik. Karena seperti yang saya tulis di atas, manusia sekecil apapun akan berhadapan dengan ketertindasan, minimal oleh nafsunya sendiri.
Lantas apa yang terjadi ketika manusia sudah lepas dari ketertindasan? Apakah kalau sudah terlepas dari ketertindasannya manusia sudah tidak lagi berada dalam posisi menunggu sesuatu? Saya tidak bisa menjawabnya. Karena saya belum pernah jadi rabi, sufi atau yang lebih jauh : saya belum (pernah) mati.

Keseimbangan

Betapa pentingnya keseimbangan dalam kehidupan. Keseimbangan memungkinkan terwujudnya tata kehidupan yang nyaman dan tenteram. Alam yang luar biasa luas ini pun diciptakan Tuhan dengan azaz keseimbangan. Itulah mengapa alam raya ini masih eksis sampai sekarang ini.
Kalau bicara soal keseimbangan tentu tak lepas dari dua unsur yang bertentangan. Positif-negatif, hitam-putih, baik-jahat, cakep-jelek, dan masih banyak lagi. Dua unsur yang saling bertentangan itu pada suatu waktu akan menjadi energi yang begitu besar dan bermanfaat dalam kehidupan. Namun pada sisi yang lain bisa berlaku sebaliknya. Karena itu manusia dengan modal mulianya yang bernama akal, diberi kebebasan sebesar-besarnya untuk mengeksplorasi dua unsur yang bertentangan itu.
Ajaran-ajaran agama kuno, seperti Tao, mengenalkan konsep keseimbangan bahkan sangat menekankan pentingnya keseimbangan dua unsur yang bertentangan yaitu ying dan yang. Ketidakseimbangan bisa dipastikan akan menimbulkan chaos. Timbulnya chaos akan menyebabkan energi-energi negatif akan menguasai kehidupan yang selanjutnya mendorong ke arah kerusakan.
Dalam lingkup yang lebih kecil, kita pun butuh keseimbangan. Setelah kerja keras seharian di kantor, ditambah caci maki dari bos maka kita butuh sarana lain untuk menciptakan keseimbangan. Kalau yang sudah berkeluarga, seperti saya, bertemu anak istri di rumah bisa membuat pikiran dan tubuh segar kembali. Buat yang lajang, pergi ke lounge atau sekalian dugem sampe pagi, mungkin bisa membuat otot-otot jadi liat lagi. Namun gimana caranya menciptakan keseimbangan di saat suasana chaos terjadi? Kalo saya sih, cukup dengan humor. Saya betul-betul percaya, humor adalah senjata psikologis ampuh buat melawan keruwetan pikiran dan kesuntukan batin. Humor membuat saya bisa bertahan dalam kehidupan yang indah sekaligus keras ini. Dengan humor saya bisa mentertawakan chaos yang terjadi dengan cara yang dewasa, bermartabat dan beradab. Dengan humor saya membuktikan bahwa saya seorang manusia, bukan mesin, robot, ataupun benda mati lainnya.

Thursday, April 13, 2006

panduan singkat mendidik anak

Sebuah puisi yang menyentuh sekali tentang bagaimana mendidik anak-anak kita...



Dari Lingkungan Hidupnya Anak-anak Belajar…

(Dorothy Law Nolte)


Jika anak dibesarkan dengan celaan

Ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan

Ia belajar menentang

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan

Ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi

Ia belajar jadi penyabar

Jika anak dibesarkan dengan dorongan

Ia belajar percaya diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian

Ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan

Ia akan terbiasa berpendirian

Thursday, April 06, 2006

Libur Lagi

Entah harus seneng atau sedih. Minggu depan ada hari libur lagi. Nggak tanggung-tanggung. 2 hari, Senin (10/4, hari Maulid Nabi Muhammad SAW) dan Jum'at (14/4, wafatnya Yesus Kristus). Jadi minggu depan masuk kerja cuma 3 hari.
Dua hari libur itu memang untuk menghormati hari besar agama. Satu sisi saya bisa memaklumi atas niat pemerintah untuk menghormati hari besar agama dengan pemberian hari libur, tapi di sisi lain saya bertanya sejauh mana hari libur itu mempengaruhi umat beragama jadi lebih khusuk merayakan ajaran/hikmah dari peristiwa keagamaan tersebut. Saya kira nggak ada pengaruhnya. Sebab orang melaksanakan ajaran agama dengan sungguh-gungguh itu tidak perlu karena mengharapkan pamrih diberikannya kemudahan seperti hari libur itu. Mau libur atau nggak, ajaran agama tetap harus dilaksanakan ya tho?
Mungkin Indonesia adalah negara dengan hari libur terbanyak. Saya cuma memperkirakan saja. Karena melihat hari libur untuk perayaan agama saja udah banyak. Belum lagi ditambah hari libur nasional dan cuti (terpaksa)bersama. Kalo udah gini, siapa yang senang dan siapa yang susah?

Karl May dan Pelajaran Geografi

Saya baru saja menyelesaikan satu novel karya Karl May (1842 - 1912), Winnetou I. Sebuah novel tentang petualangan seorang kulit putih (Jerman)yang mendapat julukan Old Shatterhand di tanah Wild West dan bertemu dengan seorang bijak Winnetou, kepala suku Indian Apache. Menarik sekaligus imajinatif sekali saat membaca novel karya Karl May tersebut.
Bagi generasi ABG (angkatan Babe Gue) Winnetou ini bukan tokoh asing lagi. Karena kehadirannya di Indonesia mulai tahun 50-an dan populer di tahun-tahun 60 - 80an, tentu saja lewat novel. Sedangkan saya baru kenal Winnetou dan Old Shatterhand di tahun 2006. Uff! betapa terlambatnya saya kenal Opa Karl May ini. Tapi nggak apa-apa, karena novel ini tetap memesona dan bisa diterima sampai generasi kapanpun juga. Karena novel ini menceritakan tentang kemanusiaan, harkat hidup manusia, cinta kasih, perdamaian dan nilai-nilai universal lainnya.
Sebagai seorang yang pernah belajar geografi ( saya pernah belajar geografi di Fak. Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta , ehm), saya sangat terkesima dengan uraian Karl May tentang deskripsi wilayah lokasi, cuaca dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tempat petualangan Old Shatterhand dan Winnetou ini.
Karl May dengan bahasa yang mengalir dan imajinatif menceritakan dengan jelas, kondisi fisik tempat itu . Sehingga saya merasa mudah sekali memahami soal bagaimana karakteristik daerah praire, sabana, ngarai, lembah, bukit, gunung, sungai, anak sungai, dan tebing. Kalau dalam bahasa geografi itu semua disebut dalam topografi.
Saya mengkhayal sendainya text book kuliah geografi dibuat seperti novel petualangan Karl May ini, perkuliahan pasti akan terasa menyenangkan sekali. Tak ada rasa kantuk dan bosan seperti yang saya alami dulu. Tapi kalau itu terjadi, alumnus geografi nanti jadi sastrawan semua kali ya?

O ya, para penggemar karya Karl May ini juga punya situs. Silahkan klik
http://indokarlmay.com

Saya telah berbicara, Howgh!

Monday, April 03, 2006

Indonesia-Australia Berbalas Kartun

Ada yang menarik di tengah hubungan Indonesia - Australia akhir-akhir ini, tepatnya akhir Maret - awal April yaitu aksi berbalas kartun. Pada awalnya adalah pemuatan kartun PM Australia John Howard dan Menlu Australia Alexander Downwer yang dikartunkan sebagai anjing Dingo di Harian Rakyat Merdeka edisi Senin, 27 Maret 2006. Kemudian sebuah koran Australia, The Weekend Australian edisi Sabtu (1/4), mengkartunkan Presiden SBY yang berkopiah dan berekor seperti anjing dan sedang berhubungan badan dengan anjing lain yang digambarkan sebagai orang Papua.
Menurut Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English, AS Hornby with AP Cowie & AC Gimson, Oxford University Press, 1974 adalah 1 drawing dealing with current (esp. political) events in amusing or satirical way. 2 full-size preliminary drawing on paper, used as a model for painting, a tapestry, a fresco, a mosaic, etc. 3 (=animated - ) cinema film made by photographing a series of drawings: a Walt Disney -. Sedangkan KBBI/ Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pegembangan Bahasa, ed. 2.-cet. 10.- Jakarta : Balai Pustaka, 1999 menuliskan bahwa kartun adalah 1 film yang menciptakan khayalan gerak sebagai hasil pemotretan rangkaian gambar yang melukiskan perubahan-perubahan posisi; 2 gambar dengan penampilan yang lucu, berkaitan dengan keadaan yang sedang berlaku ( terutama mengenai politik). Mengacu pada definisi no. 1 dari Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English dan no. 2 dari KBBI/ Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pegembangan Bahasa, maka saya menyimpulkan bahwa kartun adalah gambar yang lucu dan bermaksud "melucukan" suatu peristiwa tertentu. Kedua kamus itu bahkan sama-sama menunjuk kepada peristiwa politik. Sebagai gambar lucu seharusnya kartun bisa membuat orang tertawa tapi anehnya kartun malah membuat banyak orang marah-marah tak karuan.
Semoga saja aksi berbalas kartun ini tidak diteruskan dengan aksi berbalas kemarahan. Karena bisa saja kalau setiap warga negara dua negara tersebut menjadi marah dan reaksioner maka bisa saja nantinya akan timbul provokasi yang mengarahkan kepada sikap permusuhan dan kebencian. Kalau bisa sih, aksi berbalas kartun ini diteruskan saja dengan ide-ide yang lebih canggih dan benar-benar bisa membuat kita tertawa.

ps : saya suka banget sama kartun Benny & Mice di Kompas edisi Minggu.

Wednesday, March 29, 2006

Nyepi dan Cuti Bersama

Besok hari Kamis tanggal 30 Maret 2006 adalah Hari Raya Nyepi. Selamat untuk yang merayakan, semoga Nyepi membuat hati dan pikiran jadi bersih hingga damai pun tercurah ke bumi. Sebagai umat yang beragama tentu kita dengan penuh kesadaran menghormati hari raya saudara-sudara kita yang beragama Hindu. Pemerintah pun menjadikan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasioanal. Dimana tujuannya terutama agar para pemeluk agama Hindu bisa menjalankan acara keagamaannya dengan tenang. Bagi kita yang tidak beragama Hindu, libur nasional ini memberikan kita waktu untuk katakanlah istirahat, kumpul bersama keluarga dan bila memungkinkan kita bisa berkunjung kepada saudara kita umat Hindu untuk mengucapkan selamat.
Rasanya nikmat sekali membayangkan cara beragama seperti ini. Dimana pemerintah menjadi fasilitator terciptanya kerukunan antar umat beragama dan antar umat beragama itu sendiri makin dewasa dengan selalu mengembangkan sikap toleransi beragama. Damai, salam, saloom, om swasti....
Saking semangatnya pemerintah menentukan hari libur, maka tanggal 31 Maret hari Jum'at, juga ikut diliburkan. Saya tidak melihat esensi yang dalam dari keputusan pemerintah ini. Berita di Kompas, 21 Maret 2006, tahun 2006, Cuti Bersama Enam Hari memuat alasan ditetapkannya tanggal 31 Maret 2006, dan juga cuti bersama yang lain, untuk mengurangi tingkat bolos para pegawai (negeri tentu). Sungguh satu alasan yang luar biasa konyol. Dengan alasan itu kan sama saja pemerintah kalah oleh kebiasaan membolos, malah memberikan hadiah berupa liburan. Ibaratnya sudah mencuri mangga tapi malah dikasih kebunnya sekalian. Sama sekali bukan keputusan yang membangun etos sebuah bangsa. Saya yakin kita semua mahfum kalau pegawai negeri di Indonesia suka membolos dengan alasan "harpitnas". Tapi apakah untuk menghilangkan kebiasaan itu lantas pemerintah mengiyakan dan selanjutnya malah menjadikan sebagai hari libur "resmi". Aneh. Mungkin dalam pikiran para bijak penyelenggara pemerintahan itu bilang ya sudahlah, daripada membolos kankesannya buruk. Jadi sekalian aja dibuat hari libur, jadi nggak ada yang membolos. Ya tentu saja 100% bener Pak, kan libur. Gimana sih?
Betapa jauhnya perbedaan antara karyawan swasta dengan pegawai negeri. Karyawan swasta setiap hari harus fight, nggak bisa leha-leha. Berbeda dengan pegawai negeri yang aduhai santainya. Saya bukan iri, apalagi benci.
Saya tidak tahu apakah pegawai negeri negara tetangga seperti Malaysia juga dimanja oleh banyaknya liburan?

Monday, March 27, 2006

Radiowalking

Kalo di dunia blog ada istilah blogwaking maka di dunia per-radio-an saya iseng-iseng bikin istilah yang sama yaitu radiowalking. Maknanya kurang lebih : pindah-pindah gelombang radio untuk mendengar siaran yang cocok. Kalo cocok ya tetep stecun, kalo nggak ya radiowalking lagee.
Karena nggak naik mobil pribadi maka sarana yang saya pakai radiowalking ini adalah hp nokia 6610 keluaran 2003 tapi baru bisa terbeli tahun 2005 kemaren. Lumayan, bisa menampung sampai 20 channel radio fm. Jadi sepanjang perjalanan Cikampek-Jakarta pp saya bisa terus-terusan denger radio. Kadang-kadang bener-bener dengerin namun kadang-kadang dengernya sambil tidur ( jadi nggak denger ya? ). Apalagi kalo lagunya enak, kena ac dan bis nggak penuh penuh.
Sekilas emang asik, naik bis, apalagi yang ac, sambil denger radio. Tapi sebenernya ada nggak enaknya juga. Terutama kalo mau masang kabel ke hp. Repot. Apalagi kalo bis sedang penuh. Mana kabelnya panjang lagi, tangan bisa senggol sana-sini kalo nggak ati-ati. Nggak enaknya lagi,batere jadi cepet habis. Itu artinya, harus sering ngecas . Gara-gara hobi satu ini, saya harus ngecas hp 2 hari sekali. Trus nggak enaknya yang lain, telinga jadi sakit kalo tiba-tiba denger suara rusak ( kemresek ) karena gelombang radio yang tiba-tiba hilang. Maklum dengerinnya di atas bis yang melaju kencang. Hal-hal yang nggak enak itu pasti nggak akan dialami mereka-mereka yang radiowalking dengan sarana radio mobil.
Saat ini 20 gelombang yang tercatat di hp adalah : 90,2 Radio Bukit Indah Cikampek, 99,3 Lazuar Cikampek, 100,0 Prima Karawang, 93,5 Aksi Karawang, 90,0 El Shinta, 105,8 Ramako, 89,6 I Radio, 97,5 Motion, 96,7 Arh, 87,6 Hardrock, 95,1 Kiss,99,9 Jazz,91,6 Indika, 95,9 Smart, 88,0 Mustang, 102,2 Prambors, 94,7 U, 101,0 One, 101,8 Bahana, dan 90,4 Cosmo. Namun pada saat stecun saya juga masih bisa radiowalking ke gelombang yang lain. Jadi nggak ada istilah pendengar setia gitu.
Seperti sebuah produk, masing-masing radio punya keistimewaan sendiri-sendiri. Buat saya terutama acara dan penyiarnya ( sekarang sebutan untuk penyiar apa sih? announcer atau dj? ).
Kalo untuk acara, saat ini yang masih melekat di hati saya adalah Smart Wisdom and Motivation bersama Andrie Wongso dipandu oleh Andi Odang dan Nadia di radio Smart FM tiap senin jam 7-8 pagi. Acara ini buat saya, luar biasa. Benar-benar membangun mental orang untuk selalu berpikir positif, berfokus pada keberhasilan dan mencintai sebuah proses. Apalagi acara ini pas banget disiarkan di hari senin. Hari yang identik dengan kemalasan & kebosanan sehingga ada istilah I don't Like Monday. Apalagi untuk kehidupan di Jakarta, senin itu sama dengan kemacetan yang luarrr biasa. Nah, di saat saya lagi bete karena macet itulah, acara ini hadir dengan motivasi-motivasi yang bisa membangkitkan semangat.
Sedangkan untuk penyiar, saat ini saya masih kepincut sama Rafiq dan Poetri Soehendro dari I Radio dan Duo I ( Irwan Sastro dan Irwan Gunawan ) dari Indika. Rafiq dan Poetri Soehendro siaran tiap pagi jam 6 mpe 9 pagi, sedangkan Duo I cuap-cuap jam 16.00 - 20.00. Dua pasangan penyiar itu menurut saya udah menyatu banget. Kayak mimi lan mintuno. Kocak, konyol, dan cerdas. Mendengar celotehan-celotehan mereka saya suka cengar-cengir sendiri dalam bis dan nggak risi kalo ada orang lain yang liat.
Pokoknya dengan radiowalking, acara pergi dan pulang kerja jadi semangat.

p.s : mohon maaf kalau ada penyebutan nama yang salah.

Impian

"Saat kau menginginkan sesuatu, maka alam raya akan bergerak untuk membantumu" - Alkemis

Saya percaya benar dengan ucapan di atas. Berkali-kali saya menginginkan sesuatu dan seingat saya, saya selalu bertemu dengan orang atau apapun yang ada hubungannya dengan keinginan saya itu. Semua yang saya temui seolah menunjukkan jalan ke arah apa yang saya inginkan. Saya cuma harus bersikap dengan apa yang telah tersedia di depan mata. Apakah saya membuka diri atau menutup diri dengan tanda-tanda yang diberikan oleh alam raya itu. Namun apakah semua keinginan saya terpenuhi? Nggak juga. Saya pun mengerti soal ini. saya pun merasa kecewa bila ini terjadi. Saya perlu waktu agar mental saya bisa kembali normal.
Tapi saya punya pertanyaan dari dua hal di atas yaitu : apakah semua yang terlibat dalam keinginan saya sudah disediakan Tuhan atau memang karena saya sengaja mencarinya? Saya tidak tahu.

p.s : terima kasih buat Mba Shobi yang telah berbaik hati meminjamkan novelnya.

Friday, March 24, 2006

Api di ladang jagung

Siapakah yang menaruh api di ladang jagung kami di musim panas ini? Maka api pun tak lama berkobar. Binatang-binatang berlari dalam kalut. Orang-orang berhamburan menyambut maut. Serangga-serangga malam serempak terbang tanpa pemberitahuan. Lalu tak lama kemudian, ladang jagung telah berubah jadi ladang pembantaian harapan. Meninggalkan jejak berupa abu, asap dan juga kepedihan.

Siapakah yang menaruh api di ladang jagung kami di musim panas ini? Orang-orang jadi kehilangan harapan. Karena tak jadi panen tahun ini. Ini berarti anak-anak tak bisa sekolah, makan cuma ketela kering sisa panen kemarin dan ambil hutang bibit jagung lagi kepada tengkulak.

Pada awalnya adalah berita akan dibangunnya jalan raya yang lebar dan mahal di atas ladang jagung ini. Siapapun yang punya ladang jagung ini harus mau pindah. Ada uang pengganti katanya. Namun kami tak tahu apakah jumlahnya bisa untuk membeli ladang jagung yang sama dengan ladang jagung kami. Lalu mereka datang, membawa uang dan surat perjanjian. Satu-satu kami disuruh tanda tangan. Tapi kami menolak. Mereka pun pulang. Kami lega. Esok harinya mereka datang lagi. Lagi-lagi bawa surat perjanjian dan uang, jumlahnya ditambah kata mereka. Kami masih menolaknya. Mereka pun pulang. Tapi kami tidak lega, bahkan kami merasa khawatir dan cemas. Karena saat mereka pulang, kami lihat ada api berkobar di mata mereka.

Akhirnya inilah yang terjadi. Kami sekarang cuma bisa melihat abu dan sisa-sisa asap kebakaran.

Tuesday, March 21, 2006

Tayangan Berita Kerusuhan di Papua : Kebenaran vs Manfaat

Bapak Effendi Gazali (BEG), Koordinator Program Master Komunikasi Politik UI, Ikut Aktif dalam Advokasi Media dan Demokratisasi di Papua & Komentator Tetap para penampil di acara Republik BBM, menulis di Kompas edisi Selasa, 21 Maret 2006 dengan judul Membasuh Luka Papua di Layar Kaca. Inti tulisan tersebut menurut saya adalah keberatan BEG terhadap tayangan kekerasan di Abepura, Papua (16/3). Karena menurut beliau, tayangan tersebut bisa memberikan stereotip buruk karakter masyarakat Papua di mata khalayak. Dalam hal ini yang saya tangkap adalah bahwa masyarakat Papua adalah masyarakat barbar, suka menyiksa orang tanpa belas kasihan, dan stereotip buruk lainnya.
Apa yang menjadi kekhawatiran BEG memang benar. Karena apa yang tersaji di layar kaca pada saat kejadian memang sangat potensial membuat pemirsa mempunyai pendapat buruk tentang masyarakat Papua. Siapapun yang masih punya rasa kemanusiaan pasti akan : marah (kepada warga Papua yang masih terus menghajar anggota Brimob yang sudah tak berdaya)dan kasihan, trenyuh, nelongso,(atas nasib Brimob yang begitu mengenaskan). Selanjutnya bisa dipastikan sebagian besar komentar akan mengecam perbuatan masyarakat Papua tersebut. Karena memang secara kemanusiaan hati nurani kita akan berkata tindakan barbar tersebut tidak bisa dibenarkan. Tayangan tersebut jelas memberikan citra negatif untuk masyarakat Papua dan menjadi kontra produktif terhadap perjuangan rakyat Papua selama ini. Namun apakah pada saat sekarang warga Papua lebih mikirin citra positif dibandingkan dengan hak-hak mereka yang dirampas? Apakah lebih penting jaim dari pada terus menerus diam dijajah? Dan yang terpenting : adilkah kita kalau setelah melihat tayangan berita kerusuhan di Abepuara lantas kita membuat stereotip negatif kepada masyarakat Papua?

Luka Papua
39 sudah, sejak 1967, masyarakat Papua kehilangan haknya sebagai pemilik syah kekayaan alam bumi cendrawasih itu. Kenyataan itu makin diperparah dengan efek negatif yang diakibatkan dari ekspolitasi besar-besaran oleh Freeport Indonesia. Pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah apa yang mereka miliki sekarang. Kemiskinan dan kelaparan adalah sahabat mereka sehari-hari. 39 tahun masyarakat Papua harus mengalami penderitaan semacam itu. Belum lagi teror yang dilakukan oleh militer Indonesia, apabila ada diantara mereka sedikit saja menyuarakan haknya.
Inilah luka Papua. Sebuah luka tanah jajahan. Ya, apa bedanya Papua saat masih dikuasai Belanda dengan Papua sekarang? Sama sekali tidak berbeda, bahkan mungkin lebih menyakitkan. Karena Papua tetap terluka dan menderita sebagai negeri jajahan. Apa yang sudah diambil dari bumi Papua tidak memberikan manfaat yang sepadan dengan apa yang diterima oleh mereka. Ibarat mengeluarkan seratus tapi yang balik cuma sepuluh. Itupun masih disunat sana sini. Alangkah tidak, tidak, tidak adilnya Jakarta kepada Papua. Dan ketidakadilan yang diderita Papua selama ini tidak diketahui oleh orang lain. Karena memang keadaan ini tidak pernah diberitakan oleh pers. Hal ini bisa terjadi karena disengaja oleh penguasa dengan alasan kalau kondisi Papua diketahui oleh pihak luar maka akan terjadi suara-suara miring kepada penguasa sehingga makin lama kewibawaan penguasa bisa terguncang. Dengan alasan menjaga kewibawaan penguasa itulah 39 tahun masyarakat tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Papua.
Pers baru memberitakan keadaan Papua saat terjadi kemiskinan di Yakuhimo. Setelah pemberitaan masalah ini barulah masyarakat luas, Indonesia dan luar negeri, menjadi terbuka matanya. Sontak seluruh perhatian makin diarahkan ke Papua. Tanah yang mengandung emas, tetapi penduduknya miskin berteman busung lapar.
Luka yang sudah berusia 39 tahun tentu membuat orang Papua frustasi. Jangankan Papua, siapapun kita yang mendapat tekanan bertahun-tahun, mencoba menyuarakan keinginannya tapi malah tambah ditekan,pasti akan sampai pada titik frustasi. Ini adalah persoalan yang sangat manusiawi. Seperti rakyat Indonesia 32 tahun di bawah rezim Soeharto. Akhirnya juga frustasi dan berani untuk menggulingkan Soeharto.
Rasa frustasi itulah yang bisa membuat mata jadi gelap. Mereka tidak bisa melihat kenyataan dengan akal sehat. Yang ada di hati mereka hanyalah amarah. Dan ini manusiawi sekali. Inilah sebenarnya yang harus diketahui dan dipahami benar oleh pejabat-pejabat pembuat keputusan untuk masyarakat Papua. Sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar untuk kepentingan masyarakat Papua semata. Hingga orang Papua bisa berkata :" Nah, yang ini baru pas buat saya". Bukan kebijakan semu yang hanya untuk menipu dan membuai mereka sementara alias kebijaksanaan obat bius. Kebijakan yang justru menimbulkan persoalan-persoalan baru.
Dengan beban luka 39 tahun itulah, ketika terjadi demonstrasi di Uncen (16/3) barangkali bagi masyarakat Papua siapapun yang menghalangi adalah musuh yang harus dihadapi dengan cara apapun. Termasuk dengan cara kekerasan. Saya tidak menganggap masyarakat Papua adalah masyarakat yang pro kekerasan, suka menyelesaikan masalah dengan kekerasan, tidak, tapi yang perlu digarisbwahai adalah pada situasi demonstrasi dimana berkumpul massa dalam jumlah besar, maka satu percik api kecil bisa menjadi lautan api yang menghanguskan dalam sekejap. Tak perlu teori psikologi yang paling canggih sekalipun untuk menjelaskan situasi tersebut. Dengan akumulasi luka yang begitu besar dan lama, maka masyarakat Papua menjadi masyarakat yang sensitif terhadap segala hal yang berasal dari luar. Rasa sensitis ini sangat mudah berubah menjadi gerakan massa yang tak terkendali. Person dalam massa hilang. Karena ia melebur dalam massa. Bergerak atas nama massa, berperilaku seperti massa. Tak ada kontrol pribadi. Akibatnya terjadilah kerusuhan massa dan salah satu cerita yang mengikutinya adalah aksi penganiayaan oleh warga Papua kepada aparat Brimob.
Peristiwa semacam ini bisa terjadi dimanapun dan kapanpun di muka bumi ini. Demonstrasi dalam skala besar dengan trigger persoalan yang sudah mengendap begitu lama memang sangat berpotensi menjadi aksi brutal. Aparat ataupun petugas yang berkewajiban mengamankan demonstrasi tersebut pun bisa hilang nalar dan berubah menjadi segerombolan preman dengan pentungan dan senapan bisa seenaknya menghajar para demonstran. Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Menurut saya bukan demonstran ataupun aparat. Yang salah dalam hal ini adalah situasi yang telah sekian lama dibentuk oleh kebijaksanaan yang tidak tepat sehingga pada moment yang tepat meledaklah menjadi kerusuhan dengan semua implikasinya.

Papua merdeka?
Peristiwa Abepura atau Uncen telah terjadi namun belum berlalu. Karena aparat Brimob masih mencari dan menangkapi warga yang terlibat kerusuhan di Abepura. Yang menjadi korban bukan hanya warga sipil tapi juga wartawan yang meliput peristiwa itu. Kisah kepedihan bangsa Indonesia bertambah satu lagi. Sungguh ironis, peristiwa kekerasan ini justru terjadi pada saat Indonesia dianggap sebagai bangsa demokratis terbesar oleh sebagian besar bangsa di dunia. Indonesia mampu melaksanakan pemilihan umum untuk memilih parlemen dan eksekutif secara langsung dengan cara damai tanpa pertumpahan darah sedikit pun. Namun ibaratkan seorang Bapak, Indonesia gagal mewujudkan keinginan anak-anaknya. Kini anak-anaknya telah bercerai-berai. Mereka merasa bapaknya" sudah tidak lagi memperhatikan kepentingan mereka. Bapaknya lebih mengutamakan kepentingan orang lain, bahkan telah tega menjual anaknya.
Salah satu anak yang terluka itu adalah Papua. Yang kini makin tambah terluka karena peristiwa ini. Seandainya Jakarta tidak bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik dan adil, maka niscaya tak ada lagi citra positif Jakarta yang masih melekat di mata masyarakat Papua. Tiadanya citra positif tersebut membuat jarak emosional masyarakat Papua sebagai bagian dari Indonesia makin melebar. Bahkan apabila luka itu masih saja terulang maka pada saatnya mereka akan mengatakan dengan gagah bahwa :"Kami bukan lagi bagian dari Indonesia". Papua tidak akan lagi menjadi anak yang manis bagi Indonesia.
Pejabat-pejabat di Jakarta harusnya belajar banyak dari peristiwa ini. Karena saya yakin masih banyak Papua-Papua yang lain yang mengalami hal yang sama, yang hanya jadi sapi perahan bagi Jakarta. Kalau pejabat-pejabat Jakarta tidak mau belajar dan terus membuat kebijaksanaan obat bius maka bukan tidak mungkin nama Indonesia benar-benar akan menjadi sejarah.

Sunday, March 19, 2006

Syifa Kena Bronkitis Kronis

Jenis Pemeriksaan THORAX AP/PA
Hasil Cor, sinuses dan diafragma normal
Pulmo : Hili normal, corakan bertambah
Tampak infiltrat di perihiler kanan

Kesan : Susp KP aktif lesi minimal
Bronchitis kronis
(Hasil Pemeriksaan Rontgen di RSU Saraswati, Jl. Jend. A. Yani no. 27, Sentul, Cikampek)

Perasaan apa yang berkecamuk di dada orang tua saat mendengar hasil pemeriksaan laboratorium kesehatan atau diagnosis dokter tentang kesehatan anaknya? Saya berani bertaruh kebanyakan dari mereka pasti syok. Saya juga mengalami hal demikian. Seperti juga orang yang lagi syok, untuk beberapa saat saya tidak bisa berkata apa-apa. Di pikiran saya cuma ada pertanyaan-pertanyaan soal apakah yang salah dengan cara kami, saya dan istri tentu, dalam merawat anak kami, Tiara Syifa Laksmi?
Sekuat tenaga kami menjaga Syifa jangan sampai sakit. Batuk,pilek, panas, gatal-gatal sedikit saja langsung bawa dokter atau minimal bidan lah. Saya kira ini wajar saja. Orang tua lain juga pasti melakukan hal yang sama. Dan itu terbukti efektif. Syifa cepet sembuh kalau lagi kena penyakit seperti itu. Singkatnya, begitu obat dari dokter habis maka habis pula penyakit Syifa. Makanya saat membaca hasil rontgen Syifa, kami begitu syok.
Akhirnya setelah melewati moment hilangnya kesadaran akibat syok, saya mencoba mencari langkah apa yang harus dilakukan. Yang pertama, kami menyerahkan hasil rontgen ke dokter. Dan dengan segera dokter memberikan resep obat yang harus segera kami tebus, disertai beberapa nasehat, seperti Syifa harus selalu dijaga jangan sampai kecapekan, Syifa harus tetap makan, Syifa harus jauh dari debu atau benda-bendayang terkena debu, Syifa nggak boleh kena angin, Syifa harus banyak tidur, dan lain-lain.
Istri saya langsung berbagi cerita dengan ibu-ibu tetangga yang anaknya juga pernah kena bronkitis kronis.Tiga anak dari tetangga samping rumah pernah kena. Dua anak tetangga depan rumah juga pernah kena. Bahkan ada yang sampai sekarang masih gampang banget kena batuk. Mendengar tetangga cerita seperti itu tidak lantas kami jadi tenang atau merasa “ada temen”. Tapi setidaknya dengan cerita seperti itu kami tahu cara menanganinya dan kami bisa lebih hati-hati.
Sampai saat ini kami masih memberikan pengobatan kepada Syifa. Kami harus sabar menjalani pengobatan yang kata dokter bisa 6 bulan. Kami juga benar-benar menjaga dia seperti apa yang dikatakan oleh dokter. Dan tak kalah penting kami memohon kepada allah SWT agar Syifa lekas bebas dari bronkitis kronisnya sekaligus diberi kesehatan yang baik.
Kami juga berpikir positif. Bahwa kami beruntung dekat dengan dokter dan sarana kesehatan yang bisa dikatakan memadai, sehingga kami jadi tahu kalau Syifa kena bronkitis kronis. Kami nggak perlu menebak-nebak lagi ada apa dengan Syifa saat batuk nggak sembuh-sembuh dan berat badannya jadi 9,8 kg dari 11 kg di usianya yang 17 bulan. Rasa syukur kami karena diberi kekuatan finansial, meski pakai tabungan segala, buat membiayai itu semua mulai dari pemeriksaan, pengobatan sampai perawatan. Karena kami tahu ada berjuta-juta orang tua seperti kami yang hanya bisa pasrah saat anaknya kena bronkitis kronis. Barangkali tahu anaknya kena bronkitis aja udah untung. Karena bisa jadi mereka cuma tahu anaknya batuk tapi nggak bisa sembuh. Akhirnya memberi obat batuk biasa bukan obat yang memang khusus untuk terapi bronkitis kronis. Hingga kemungkinannya bronkitis itu akan mengendap dan meluas ke arah paru-paru.
Sekali lagi kami bersyukur dan tetap berpikir positif.

Ya Rabb,
Berikan kami kekuatan, kesabaran dan kemudahan
Dalam merawat amanat-MU
Tanamkan dalam hati kami
Rasa cinta kepada anak-anak kami
Rasa cinta yang tidak memisahkan kami dari kasih-MU
dan untuk mereka yang tidak seberuntung kami, Ya Rabb
berikan mereka kekuatan, kesabaran dan kemudahan seribu kali lipat dari kami

Thursday, March 16, 2006

Daulat Rakyat yang Hilang

Daulat rakyat adalah gambaran ideal tentang sebuah kehidupan bermasyarakat. Daulat rakyat memberikan kekuasaan penuh dan otorisasi murni kepada rakyat itu sendiri. Rakyat bebas mengekspresikan kehendaknya. Tak ada pihak yang melarang, membelenggu ataupun membatasi kemauan yang mereka miliki.
Namun gambaran daulat rakyat kadang dimanipulir oleh beberapa sekelompok politisi atas nama kekuasaan. Padahal kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan wewenang yang diamanatkannya. Celakanya semua itu berbungkus demokrasi, kesejahteraan dan kemanusiaan.
Sejarah bangsa kita membuktikan bahwa hegemoni kekuasaan dari sebuah lembaga resmi, sebut kerajaan, dalam kehidupan bermasyarakat begitu besar. Maka yang muncul adalah kalimat “Daulat tuanku”. Kalau dalam kesenian tradisional seperti kethoprak adegannya digambarkan seorang abdi kerajaan atau rakyat biasa yang menghadap raja dengan kepala tertunduk kemudian memberi hormat dengan mengatakan kalimat di atas. Luar biasa. Bahwa manusia di dunia begitu pandai membuat kelas. Ada kelas raja atau bangsawan yang mendapat previlege begitu besar dan ada kelas yang berlawanan, yaitu rakyat yang tak memiliki previlege apa-apa bahkan untuk tubuh miliknya sendiri.

Sejarah tak berubah
Waktu pun bergulir, tapi sejarah tak pernah berubah. Penguasaan atas daulat rakyat tetap terjadi bahkan menjadi lebih meluas dalam segala peri kehidupan rakyat, termasuk dalam hal penguasaan aset kekayaan alam. Rakyat yang hidup di wilayah yang memiliki kekayaan yang berlimpah akhirnya hanya menjadi pengemis yang hina. Rakyat dipaksa untuk melepaskan daulatnya atas alam yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Rakyat tidak punya hak apapun untuk memiliki bahkan mengolahnya demi kesejahteraan mereka. Para penguasa begitu rakus untuk mengolah bahkan mengambil habis-habisan semua kekayaan alam di suatu wilayah. Apalagi jika penguasa tersebut sudah bisa didikte oleh kekuatan asing yang lebih kuat.
Sejarah Aceh dengan gas dan minyaknya, sejarah Papua dengan emasnya dan kini terulang lagi di Cepu, Jawa Tengah. Kisah ini hanyalah segelintir dari kisah-kisah perebutan kekayaan alam yang lebih mengerikan dan brutal oleh negara / penguasa. Rakyat tidak memiliki posisi tawar menawar apalagi daulat yang kuat. Sama seperti dahulu kala saat raja dan para bupati menerima upeti dan persembahan dari rakyatnya. Mereka hanya menjadi sapi perah yang terus menerus dihisap susunya. Sementara penguasa tidak pernah memperhatikan kesejahteraan ataupun sedikit mempertimbangkan bagaimana kondisi fisik rakyatnya. Peras terus, hisap selamanya dan baru berhenti saat rakyat meregangkan nyawanya. Atau bahkan penghisapan tetap dilakukan meskipun rakyat sudah ditanam di tanah?.
Inilah fakta sejarah yang terus terjadi. Tak ada kontrol terhadap perilaku para penguasa. Karena siapakah yang berdaya ketika berhadapan dengan kekuasaan dan uang?

Hukum adat
Pada sisi lain sebenarnya rakyat mempunyai kearifan sendiri dalam memperlakukan alam dan semua kekayaan yang dikandungnya. Mereka dengan sadar melihat bahwa alam hakekatnya adalah pengejawantahan kemurahan Tuhan untuk manusia. Karena itu mereka mempunyai sikap untuk menjadikan alam sebagai sesama ciptaan Tuhan yang harus dihormati dan dijaga. Pengetahuan-pengetahuan lokal melahirkan banyak sekali tata cara bagaimana mengolah alam dengan bijaksana. Semua pengetahuan itu terangkum dalam suatu hukum adat.
Hukum adat yang mengatur daulat manusia atas dirinya sendiri, atas alam dan atas Tuhan sang Pencipta. Tiga aspek dasar yang termuat dalam hukum adat memberikan suasana yang ideal dalam mengatur hubungan antara manusia, alam dan Tuhan Pemilik Semesta.
Sebagai sebuah produk hukum, hukum adat mempunyai tingkat kualitas yang teruji dengan sempurna. Hukum adat menciptakan suasana tertib dan harmonis dalam berkehidupan. Terjadi keseimbangan antara masyarakat dan alam sekitarnya. Tak ada lagi situasi eksploitasi atas satu sama lin. Semuanya setara dan sejajar. Karena itu hukum adat berlaku secara turun temurun. Dimana para tetua masyarakat akan selalu mengajarkan kepada para anggota masyarakat yang lebih muda untuk mengamalkan hukum alam tersebut. Jelas keberadaan hukum adat tidak bisa dipandang remeh apalagi mencoba untuk menafikkannya, menganggap tidak ada.

Negara memperkosa hukum adat
Tapi justru yang terjadi sungguh ironis. Atas nama pembangunan, negara dengan sewenang-wenang telah merusak hukum adat dan menggantikan dengan hukum produk negara. Muatan-muatan yang ada pada hukum negara seringkali banyak bertentangan dengan kenyatan yang ada di lapangan. Akibatnya sering terjadi benturan-benturan antara rakyat setempat dengan negara. Sialnya dari benturan yang terjadi rakyatlah yang selalu disalahkan kemudian dikalahkan.
Negara dengan kekuatan militernya dengan garang dan intens terus memberangus rakyat yang justru harus mereka lindungi. Militer menggunakan semua kemampuan dan fasilitas tempur untuk memberangus rakyat yang tak punya kekuatan apa-apa. Ini aneh, ada perang kok antara tentara yang terlatih dengan rakyat sipil yang buta dalam soal peperangan. Dari hitung-hitungan rasional jelas rakyat akan m
engalami kekalahan. Karena rakyat tidak punya amunisi dan strategi perang. Rakyat pun melawan seadanya dengan bekal apa adanya pula. Kondisi apa adanya itulah yang menjadikan tidak ada hirarki ketentaraan seperti batalion, kompi, regu, dst. Rakyat menyatukan dirinya dalam satu kelompok perlawanan dan melakukan perlawanan gerilya. Orde Baru dengan liciknya menciptakan stigma kepada mereka sebagai gerombolan pengacau. Sebuah sebutan yang jelas-jelas berkonotasi negatif, karena jarang sekali ditemukan kata gerombolan diikuti dengan kata benda yang berasosiasi positif. Tidak ada sebutan gerombolan ulama, gerombolan, guru, gerombolan petani dan sebagainya. Yang ada hanyalah gerombolan maling, gerombolan serigala, dan gerombolan pengacau keamanan (yang ini versi ORBA) itu. Dari kelompok perlawanan itulah mereka mulai mengorganisir diri. Mereka pun bukan hanya melawan dengan kekuatan senjata. Tetapi juga kekuatan diplomasi. Ingat Timor Leste dan Aceh.
Namun sebenarnya yang perlu digarisbawahi adalah bahwa intervensi tentara dalam wilayah kehidupan masyarakat telah dengan jelas mencabik-cabik tata hukum adat yang begitu agung. Dengan demiian keberadaan hukum sekaligus daulat rakyat telah hilang ditelan mesiu dan bau amis darah. Akankah kita membangun Indonesia dengan cara demikian?

Monday, March 06, 2006

Raju oh Raju

Sial bener nasibmu nak. Disidang di lembaga pengadilan di Indonesia. Sebuah lembaga yang justru menjauhkan dirimu dari keadilan. Sebuah lembaga yang mukanya mirip monster, musuh pahlawan-pahlawan yang kamu kagumi. Dan kini kamu sendirilah yang menghadapi monster-monster itu. Sedangkan pahlawan-pahlawan yang kagumi entah berada dimana.

Kuatkan hatimu nak. Karena para monster itu tak punya hati. Mereka hanya punya satu mata itupun buta. Sayang sekali. Jadi mereka, para monster itu, nggak bisa melihat dengan cara pandang yang beda. Mereka nggak peduli apa yang namanya trauma, keadilan hukum, psikologis anak, dunia anak-anak, ataupun istilah lain yang melukiskan penderitaanmu. Mata dan hati mereka telah tertutup sama pasal-pasal hukum dunia monster.

Inilah realita dunia hukum para monster. Anak kecil sepertimu harus menanggung beban batin dan pengalaman menakutkan seumur hidup, sementara para bandit yang jelas-jelas sudah membuat teror justru dibiarkan jalan-jalan. Bebas berkeliaran kayak anjing hutan.

Percayalah nak, Bapak, Ibumu dan berjuta-juta orang yang dari jauh hanya bisa melihatmu, itupun hanya lewat tv, terus mendukungmu. Mencoba membuat kamu tertawa di tengah traumamu.

Tuesday, February 28, 2006

Indonesia yang makin mencemaskan saja

Rasanya semua rakyat Indonesia sangat setuju dengan pernyataan itu. Terlepas dia berasal dari kelas sosial ekonomi tinggi, menengah atau bawah. Atau dia yang pernah sekolah atau sekolah. Pokoknya semua rakyat dari seluruh lapisan. Semuanya cemas.

Mungkin saja ada beberapa orang yang merasa hidupnya fine-fine saja. Mereka itu masih bisa menjalankan bisnisnya dengan tenang, membuat keuntungan bagi perusahaannya dan masih bisa tertawa sambil menikmati berbagai jenis makanan dari resoran satu ke restoran lainnya. Atau ada juga orang yang dengan kesadaran menjadikan kondisi yang sedang terjadi di Indonesia ini menjadi inspirasi untuk bangkit menyongsong kehidupan. Mereka-mereka inilah yang dalam hidupnya selalu memandang bahwa di balik kegelapan pasti ada setitik cahaya. Karena itulah mereka tak perlu cemas dengan kondisi Indonesia yang makin mencemaskan ini.

Ada banyak kejadian yang begitu kompleks dan bertubi-tubi yang mendera bangsa ini. Dalam skala luas bangsa ini tak bisa menolak diseret ke dalam perang kapitalisme global. Kapitalisme global dengan segala pengaruhnya ( ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lain-lain ) menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tidak berdaya. Menjadi bangsa yang hanya bisa manut dengan semua yang datang dari luar. Tak ada virus ketahanan kepribadian bangsa ini yang bisa menolak atau menahan pengrauh-pengaruh tersebut. Sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang tergagap-gagap.
Dalam skala lokal, bangsa ini masih mencari bentuk bagaimana menjadi sebuah bangsa yang berkarakter. Bangsa ini masih saja direpotkan bagaimana mencari bentuk hubungan antar agama, ras, suku, aliran politik, aliran keagamaan, pengangguran, pendidikan, pusat-daerah, dan masih banyak yang lainnya. Lebih celaka lagi tiap elemen yang ada di bangsa ini tidak bisa bersatu baik secara ideologi maupun kepentingan. Maka akibatnya makin runyamlah kehidupan bangsa ini dari hari ke hari. Berita soal korupsi, penyalahgunaan wewenang, merosotnya nilai-nilai moral, dan berita-berita buruk lainnya lebih mendominasi percakapan sehari-hari daripada berita-berita yang menggembirakan.
Ah, Indonesiaku yang malang.

Monday, February 27, 2006

Selamat tidur anakku

Memandangmu saat tidur
aku seperti melihat sorga
yang kau rengkuh
dalam pejaman mata
begitu damai
begitu memesona

Aku tak tahu kau bermimpi apa
mungkin kau bertemu seribu malaikat
yang mengajakmu bermain sepeda
menelusuri lembah, bukit atau kebun bunga
mungkin juga kau bertemu
dengan badut lucu
yang mengajakmu menari

Pada nafasmu
kutitipkan cinta
hingga nanti saat terbangun
kau akan tahu
artinya mencinta dan dicinta

Pada ubun-ubunmu
kusemaikan doa
hingga saat besar kelak
kau akan mengerti
arti sebuah pengharapan setiap orang tua

Selamat tidur anakku,
beristirahatlah engkau
setelah seharian ini
kau bikin jengkel mamamu

Jakarta, 28 Februari 2006

puisi lagi

Hampa

Angin meniupkan bau tuba cinta
Dari malam ke malam
Memenuhi dada, memabukkan kepala
Melumpuhkan tulang sampai tandas

Malam ini tak ada gairah
Bulan dililit gelisah
Bintang meneteskan darah
Kesenyapan membius dan meracuni
Badan terkapar lemah, pasrah
Saat jejaka menanti kekasih
sambil bertanya lirih :
Akankah matahari terbit esok hari?

Wednesday, February 22, 2006

Percakapan Sebelum Tidur

Istriku,
Selalu saja sebelum tidur, kita berbicara apa saja. Tentang tingkah polah anak kita, tetangga yang suka berisik, saudara yang kena masalah dan tentu saja semua yang kita kerjakan sepanjang hari.
Inilah cara kita mensyukuri hidup. Mengingat beribu rahmat, nikmat dan karunia yang diberikan-Nya kepada kita. Disaat seperti ini pula kita mencoba terbuka untuk mengoreksi apakah kita sudah memberikan yang terbaik. Apakah aku sudah menjadi suami yang baik untukmu dan juga sudah menjadi ayah yang baik untuk anak kita. Demikian juga sebaliknya. Luar biasa, nikmat sekali.
Ini juga cara kita menyegarkan kembali batin dan badan kita yang capek seharian. Saat merebahkan badan dengan mata saling menatap, kita seakan menemukan kembali tenaga yang hampir habis digerus rutinitas sehari-hari.
Meskipun kadang percakapan sebelum tidur ini membuat kita berantem. Tapi itu tidak membuat kita meniadakannya. Karena kita benar-benar sadar bahwa kita sangat membutuhkan saat-saat seperti ini.
Akhirnya selamat tidur istriku. Mimpi indahlah engkau. Esok kita bangun dengan semangat baru sebagai seorang manusia.

Tuesday, February 14, 2006

lirik lagukah?

Enyahlah

Masih saja pikirkan tentangmu
Bersama luka yang kau tinggalkan
Jadikan hidup s’ketika lumpuh
Meski sadar harus dirasakan

Karena kutahu hidup ini milikku
Karena kutahu kau tak mau berbagi
Cinta telah menjelma duka kepedihan
tak kan kembali walau sangat kuharapkan


*enyahlah engkau wahai duka
enyahlah sekarang juga
enyahlah kau wahai cinta
enyahlah tanpa berita

masih saja pikirkan tentangmu
biar saja, tetap kubiarkan
aku cuma manusia dungu
tak mampu halau kenangan

Jakarta, 8 Februari 2006



Cemburuku

Aku sungguh cemburu kepada angin
Yang setiap saat bisa menyentuh tubuhmu
Aku sungguh cemburu kepada cermin
Yang selalu kau tatap sepanjang waktu

Tak kan kubiarkan debu
Mengotori kulitmu
Sungguh kulakukan itu
Karna ku cinta kamu

Apa saja yang jadi perhatianmu
Aku ingin itu adalah aku
Apa saja yang akan kau lakukan
Aku ingin selalu bersamaku

*cinta telah membuatku gila
menganggap kamu untukku saja
maafkan bila kamu tersiksa
aku tak peduli itu s’mua

Aku sungguh cemburu kepada hujan
Saat kau bilang ia menyejukkan
Takkan pernah berhenti aku yakinkan
Akulah satu-satunya pahlawan

Jakarta, 8 Februari 2006


Hanya Bayang

Dunia jadi penuh pelangi
Saat kau usap pipiku
Sepenuh mesra dari hati
Melambungkan isi kalbu

Tawamu terbitkan gairah
Usir resah lari menjauh
Ringankan kaki melangkah
Sambut mimpi harap kutempuh

*ternyata semua hanya bayang
hadirkan seribu luka, bahkan sejuta
menggantung diriku di awang
menghempaskanku ke jurang nestapa

ternyata semua hanya bayang
tak ada lagi cinta, apalagi sentuhan
diriku hanyalah kain usang
yang teronggok pilu di pojok jaman

Jakarta, 8 Februari 2006


Kau tak Tergantikan

Kalau kudamai saat memeluknya
Itu semua bohong
Kalau ia membuat hatiku penuh
Pasti itu juga bohong

Cuma kamu yang bertahta di hidupku
Tak tergantikan, sungguh tak akan
Aku coba berjalan melewati waktu
Cuma luka yang aku dapatkan

Tolong kembalikan separo hatiku
Jangankan untuk menatap tegak dunia
Membuka mata saja rasanya kelu
Gelap gelap seakan hidup dalam goa

* Kau tak tergantikan
sudah berkali-kali kunyatakan
kau tak tergantikan
ku sperti menunggu kematian

Jakarta, 8 Februari 2006


Lalu Waktu

Detik berganti
Cerita berganti
Ada tetes airmata
juga derai tawa

semua mengalir
berjuta rupa hadir
tak mengapa, o tak mengapa
aku jadi tumpahan segala

* orang-orang hempaskan beban
jadikanku sandaran
bebaskan hati yang pedih
dari duka yang merintih

esok pasti bertemu
kudengar lagi seribu rahasia
semua kubagi padamu
hanya denganmu aku bisa bicara

kita cuma lampu dan bangku taman
jadi saksi beragam perjalanan
tak ada hitam putih kehidupan
demi murninya kesaksian

Jakarta, 8 Februari 2006

puisi lagi

Katanya cinta

Katanya cinta,
Tapi kenapa masih saja kau tebar
kebencian dimana-mana?

Lihatlah,
Betapa tangan-tangan itu telah menjelma
Palu godam kematian
Bagi teman, kerabat dan tetangga sendiri
Lihatlah,
Dada-dada mereka telah penuh
dengan bongkah-bongkah dendam
yang siap dimuntahkan

lihatlah ya lihatlah

katanya cinta,
tapi kenapa masih saja kau babat hutan
dan racuni sungai-sungai?

Maka jadilah bencana
Yang tak terduga datangnya
Tapi yang pasti,
jadilah bencana

Katanya cinta,
Tapi kenapa masih saja kau jejali anak istrimu
Dengan makanan
Yang entah darimana kau dapatkan

Hingga otak anakmu
Telah bebal menerima kebijaksanaan
Dan rahim istrimu telah busuk
Mengandung dosa peradaban

Katanya cinta,
Tapi kenapa masih saja kau ………………

Ah, aku pusing memikirnya
Karena kau selalu saja bermuka sejuta
Hingga aku hanya bisa berkata :
Katanya…katanya….


Jakarta, 8 Juli 2005



Nyanyi Luka

Malam
kelam
gelap
pengap
Sepi
duri
duka
bencana
cekam
diam
hancur
kubur
bintang lenyap
hampa harap
Udara berat
Dada penat
Bayang
Hilang
Sayat
Kiamat
Fana
Musna

Begitulah kekasih
Saat kau pergi dari hatiku

Jakarta, 8 Juli 2005